MANOKWARI, cahayapapua.id- Pemerintah Kabupaten Manokwari menegaskan bahwa Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol tidak dimaksudkan untuk melarang peredaran minuman beralkohol, melainkan untuk mengatur dan mengendalikan distribusinya agar lebih tertib dan legal.
Plt. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Manokwari, Richard Alfons, menjelaskan bahwa persepsi publik selama ini keliru karena menganggap perda ini sebagai legalisasi atau pelarangan. Padahal, perda ini dibuat semata-mata sebagai bentuk pengawasan dan pengendalian.
“Judulnya memang harus jelas yaitu Perda Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol. Kalau hanya disebut Perda Miras, kesannya pemda yang mengizinkan atau melegalkan penjualan. Padahal bukan itu. Pemda tidak punya kewenangan untuk melarang atau mengizinkan. Itu kewenangan pemerintah pusat melalui Kementerian Perdagangan,” kata Richard kepada wartawan di Manokwari, Rabu (30/7/2025)
Menurut Richard, pemerintah daerah hanya memiliki kewenangan untuk mengeluarkan rekomendasi bagi calon distributor. Dokumen ini kemudian digunakan sebagai dasar pengurusan izin resmi ke pemerintah pusat.
“Rekomendasi itu bukan izin. Pemda hanya menilai kelayakan dari sisi tata ruang, skema distribusi, serta manfaat ekonomi bagi daerah. Yang memutuskan bisa atau tidak itu tetap di pusat,” tegasnya.
Ia menjelaskan di dalam Perda juga mengatur untuk zonasi penjualan, seperti dengan menetapkan jarak minimal 500 meter dari rumah ibadah, sekolah, dan fasilitas umum lainnya. Selain itu, pemda juga bisa menentukan jumlah titik penjualan serta bentuk dan tata letak lokasi usaha.
Jika terdapat pelanggaran, Satpol PP bisa langsung melakukan penindakan terhadap penjual yang tidak mengantongi izin atau menjual produk tanpa label resmi.
“Selama ini kios-kios penjual minuman beralkohol tidak pernah mendapatkan rekomendasi dari Pemda. Jadi jelas ilegal. Sekarang setelah ada perda, kita bisa tertibkan itu lewat Satpol PP,” ucap Kepala Bappeda.
Lebih lanjut, mengenai labelisasi juga disebut sebagai bagian penting dari pengawasan. Distributor resmi wajib memberikan label pada setiap botol minuman beralkohol yang dijual. Produk tanpa label dinyatakan ilegal.
Dalam aturan yang mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan, distributor harus berbadan hukum dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT), memiliki gudang yang layak, serta skema distribusi yang jelas.
“Jadi tidak bisa sembarang orang jualan. Harus berbentuk PT, dan skemanya harus bisa dipertanggungjawabkan. Kalau tidak sesuai, Pemda tidak akan keluarkan rekomendasi,” ungkapnya.
Rishard juga menekankan potensi pendapatan dari sektor ini bagi Pemkab Manokwari. Setiap transaksi minuman beralkohol yang legal akan dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11 persen dan Pajak Penjualan atas Barang Tertentu (PPJT) sebesar 10 persen yang menjadi hak daerah.
“Kalau kita biarkan ilegal, daerah tidak dapat apa-apa. Tapi dengan sistem yang tertib dan legal, pemda bisa dapat dari pajak PPJT. Itulah kenapa skemanya harus jelas sejak awal,” jelas Richard
Ia menambahkan, perda ini masih terbatas mengatur minuman beralkohol pabrikan dan belum menyentuh produksi lokal. Saat ini, baru dua distributor yang mengajukan permohonan dan sedang dalam proses evaluasi.
PSR-CP
