MANOKWARI, cahayapapua.id- Pemerintah Kabupaten Manokwari menegaskan bahwa Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2025 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol menjadi langkah tegas untuk menghentikan peredaran minuman ilegal yang selama 15 tahun terakhir berlangsung tanpa kendali dan meruntuhkan wibawa pemerintah daerah.
Bupati Manokwari, Hermus Indou, menyatakan bahwa kebijakan ini lahir setelah pengalaman panjang menunjukkan bahwa Perda pelarangan minuman beralkohol sebelumnya tidak memberikan manfaat bagi masyarakat dan justru memicu maraknya peredaran minuman ilegal.
Hermus mengatakan bahwa tidak ada kebijakan yang seratus persen positif, tetapi langkah pengendalian minol merupakan pilihan terbaik bagi Manokwari untuk keluar dari persoalan yang berkepanjangan.
“Dari sekian kebijakan pemerintah ada tiga puluh persen bisa positif dan tujuh puluh persen negatif atau sebaliknya. Ini kebijakan pemerintah Kabupaten Manokwari untuk mengelola minuman beralkohol secara produktif karena minuman ilegal tidak berdampak kepada masyarakat,” ujar Bupati Hermus di Manokwari, Minggu (7/12/2025)
Hermus menegaskan bahwa selama 15 tahun penerapan Perda pelarangan, peredaran minuman ilegal justru semakin masif.
“Belasan tahun ada 53 penjual miras ilegal di Manokwari. Fakta membuktikan bahwa selama 15 tahun ini minuman beredar seperti biasa seolah-olah tidak ada perda,” tegasnya.
Ia menyebut wibawa pemerintah daerah telah dirusak oleh pelaku usaha ilegal tersebut.
“Wibawa kita diinjak-injak selama 15 tahun. Perda sudah keluar, tapi tidak ada yang menghormati. Masyarakat tahu siapa yang membacking minuman itu dijual,” katanya.
Menurutnya, Perda Nomor 5/2025 hadir untuk menghentikan aktivitas ilegal sekaligus mengubah posisi masyarakat dari sekadar objek menjadi subjek pembangunan.
“Perdagangan minuman ilegal menjadikan masyarakat hanya sebagai objek. Keuntungannya diambil oknum, sementara dampak sosialnya ditanggung pemerintah dan masyarakat,” ujar Hermus.
Melalui perda baru, pemerintah akan mengawasi jumlah botol dan karton yang masuk, penjual berizin, hingga laporan bulanan dari distributor.
“Setiap botol mereka bayar pajak makan minum 10 persen. Itu masuk ke Pemda Manokwari, dan masyarakat tidak lagi menjadi objek, tapi subjek yang berpartisipasi membangun daerah,” tambahnya.
Plt. Kepala Bappeda Manokwari, Richard Alfons, menjelaskan bahwa Manokwari tidak memiliki dasar hukum untuk melarang minol sejak Perda Pelarangan dicabut oleh provinsi pada 2017.
“Di Manokwari sudah tidak ada lagi perda pelarangan itu karena secara hirarki hukumnya bertentangan dengan Undang-Undang Kepariwisataan. Sudah dicabut sejak 2017 oleh provinsi,” jelas Richard.
Dengan ketiadaan regulasi, kata dia, peredaran minuman ilegal tidak lagi terawasi.
“Makanya selama ini tidak ada yang mengawasi dan mengendalikan yang ilegal ini,” ujarnya.
Wakil Bupati Manokwari, H. Mugiyono, meminta masyarakat memberi kesempatan bagi perda baru untuk diimplementasikan.
“Perda ini belum jalan, masyarakat sudah protes. Kalau nanti ada efek negatif, kita evaluasi, diperbaiki, diketatkan, atau diberhentikan. Tapi biarkan ini berjalan dulu sambil dievaluasi,” tegasnya.
Penertiban penjual ilegal, kata Mugiyono, akan dilakukan setelah seluruh izin bagi penjual resmi diterbitkan.
PSR-CP










