MANOKWARI, cahayapapua.id—Film Dokumenter Amber merupakan ungkapan keresahan dan kekhawatiran Orang Asli Papua, juga sebuah refleksi kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada masyarakat Papua yang terjadi sepanjang 20 tahun.
Kondisi itu telah menimbulkan banyak konflik yang mempertentangkan hak-hak masyarakat adat. Konflik terjadi antara masyarakat Adat Papua dan negara juga dengan korporasi atau para pemilik modal.
Nico Wamafma, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia di Tanah Papua, menegaskan, implementasi otonomi khusus termasuk proses-proses pembangunan yang mengorbankan tanah hutan dan sumber daya alam atau eksploitasi yang tujuannya lebih kepada ekonomi dan mengesampingkan hak masyarakat adat.
“Film dokumenter amber melalui tahap produksi sekitar 3 minggu, dengan pengambilan gambarnya dilakukan di Jayapura dan di Merauke. Ini hasil dari pkolaborasi antara lembaga pemerhati lingkungan dan juga Greenpeace Indonesia,” kata Nico di sela pemutaran film tersebut, Rabu (30/8/2023)/
Adapun tujuan dari penayangan film dokumenter Amber ini, untuk edukasi dan komitmen bersama untuk soal bagaimana melihat Papua menjadi lebih baik ke depan. Dengan tidak hanya fokus pada pengembangan investasi berbasis lahan tapi juga fokus juga pada pengembangan masyarakat adat Papua
“Pengembangan sumber daya masyarakat adat Papua harus menjadi perhatian utama dari semua perencanaan pembangunan yang akan dilakukan di atas tanah Papua, terutama dalam mengimplementasi ekonomi khusus ini ke depan. 20 tahun terakhir, pendekatan lebih banyak eksploitatif, ekstraktif dan itu menimbulkan banyak sekali konflik,” tuturnya.
Releksi ini, sebut Nico, mesti menjadi refenresi soal pendekatan perencanaan dan pengembangan. Agar ke depan dapat diperbaiki sehingga menguatkan posisi dan peran masyarakat adat.
Selain itu, masyarakat bisa mempunyai keyakinan bahwa pembangunan yang dilakukan di atas tanah Papua itu, memberikan harapan bagi mereka untuk membangun masa depan yang lebih baik. Berbasis pada potensi yang ada.
Di sisi lain, Nico mengajak, generasi muda Papua mesti memiliki pemahaman dan cara pandang yang utuh bahwa tanah, hutan serta sumber daya alam manusia Papua mesti didukung dengan perencanaan pembangunan yang partisipatif.
“Anak-anak muda Papua harus bisa memiliki konsep yang sama sehingga mereka bisa melanjutkan upaya-upaya yang lebih serius sebagaimana bersama masyarakat adat untuk menjaga dan melindungi tanah hutan dan sumber daya alam di Tanah Papua,” ungkapnya.
Penayangan Film dokumenter Amber ini, kemudian dirangkai dengan diskusi bersama Dr. IR. Onajius P. Marani, S. Hum., M. SC., IPU, Dr. Ir. Agus Sumule dan Amos Sumbun, dengan peserta dari Mahasiswa, NGO seperti Econusa, Bentara Papua, dan beberapa organisasi serupa. (PSR-CP)












